Cerita teman bus.
Jam 8 pagi ini, jalan raya barombng sudah cukup lancar meski tetap ada beberapa kendaraan yang lalu lalang. Saya berdiri di salah satu halte bus di depan sebuah sekolah di Barombong. Tak banyak orang yang menunggu di sana. Hanya saya dan satu orang lainnya yang berdiri 1 meter di samping kiri saya.
Menunggu bus di jam ini terkadang butuh waktu 15 menit hingga bus tiba di halte ini. Sudah dua hari ini, saya mencoba moda kendaraan bus setelah sekian lama beroperasi. Biasanya sehari-hari berangkat keja menggunakan kendaraan bermotor roda dua.
Hari pertama, rasanya agak lucu. Setidaknya lucu bagi saya. Jadi ceitanya, saya akan pergi ke Kantor Gubernur untuk urusan pekerjaan. Setelah melihat jalur-jalur bus, ternyata tidak ada jalur yang langsung menuju ke Kantor Gubernur.
Setelah mempertimbangkan jalurnya, saya harus turun di area arif rate, lalu naik angkot yang berlambang 05 menuju kampus Universitas Hasanuddin. Setelah itu turun di depan Kantor Gubernur di dekat pintu keluar.
Namun, saat naik bus ini pertama kali, hujan turun lebat. Akhirnya jadi kepikiran untuk mengubah jalur. Dipikiranku, saya bisa menuju Kantor Gubernur menggunakan angkot berlambang 07 yang menuju Kampus Universitas Hasanuddin. Pas bus sampai di halter area arif rate hujan masih lumayan deras. Jadilah saya mengikuti jalur kedua yang kupikirkan tadi.
Oh iya, dulu sekitar 10 tahun lalu saya sering naik angkot waktu kuliah. Namun, 5 tahun terakhir lebih banyak menggunakan motor. Jadinya, agak lupa jalur-jalur angkot ke mana saja.
Akhirnya, saya memutuskan turun di Jalan Pettarani di Halte depan gedung LPMP. Dari sini akan mengambil angkot 07. Lalu, dengan tenang saya menikmati perjalanan bus ini sambil mempelajari di halte mana saja ia akan berhenti dan bagaimana orang naik dan turun dari bus.
Setelah sampai di halte LPMP, saya pun turun. Pintu masuk naik bus dan pintu turun berada di jalur berbeda. Pintu keluar turun bus lebih lebar dibandingkan dengan pintu masuknya. Pintu keluar ini juga berada di tengah, sedang pintu masuk berada di depan dekat dengan supir bus.
Dari LPMP, tak lama kemudian angkot 07 datang. Perjalanan pun dilanjutkan. Awalnya tidak ada yang salah. Sampai pada akhirnya, angkot tersebut belok ke arah Jalan Abdesir. Di sini, barulah teringat kalau angkot 07 itu tidak lewat Jalan Urip Sumoharjo tempat Kantor Gubernur berada.
Angkot 07 akan melewati jalur Jalan Abdesir menuju ke Perempatan Antang lalu ke Tallo. Ia tak akan pernah lewat jalur Urip karena memang bukan jalurnya. Saya menggelengkan kepala.
“Hahaahaha” tawaku dalam hati sambil menutup mulut, tersenyum menahan tawa dan merasa bodoh sendiri.
“Ya ampuuuunnn, bisa-bisanya lupa jalurnya” rasanya tak berhenti ingin menertawakan diri sendiri sambil berpikir cepat akan turun di mana.
Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 9.30 WITA. Sebenarnya ini sudah agak telat masuk kantor, tapi tak apa. Nanti pulangnya bisa lebih lambat. Akhirnya, memutuskan untuk turun di pertigaan dekat Universitas Fajar lalu berjalan 1 meter ke depan Universitas Fajar untuk memesan ojek online.
Saat naik ojek online, cuaca kurang bersahabat. Hujan mulai turun lagi meski belum terlalu deras. Untung saja jarak dari Universitas Fajar ke Kantor Gubernur cukup dekat jika ditempuh dengan kendraan bermotor. Meski hujan, tetap tancap gas. Tiba di lokasi pukul 9.50 dan masih sempat finger print pukul 9.57 WITA setelah berjalan kaki ke tempat finger print berada.
***
Hari kedua naik bus, tentu sudah belajar dari pengalaman kemarin. Memutusan turun di Arif Rate untuk naik angkot 05. Tiba di depan Kantor Gubernur bagian pintu keluar, lanjut berjalan kaki kurang lebih 100 meter menuju tempat bekerja.
Di hari kedua ini, pengalaman tak terlupakan adalah saat naik bus dari hertasning menuju ke mall panakukang. Singkat cerita, saat sampai di Kantor Gubernur, saya mendapat kabar bahwa pak Muba, pemilik perusahaan tempat saya bekerja meninggal dunia. Saya pun bergegas ke rumah duka di wilayah hertasning. Oleh karenanya, setelah disholatkan usai sholat ashar ketika semua berangkat mengantar mayat untuk dikuburkan, saya siap-siap bergerak menuju halte bus.
Dari rumah duka ke halte bus, perlu berjalan kaki beberapa meter kira-kira 50 meter. Menunggu bus sekitar 15-20 menit. Saat hendak naik bus, sang sopir tiba-tiba meminta saya untukscanbarcode.
“Scan barcodenya di sini” ucap pak sopir bus.
“Hah?” Agak bingung dan kaget, karena kemarin tidak diminta untuk itu. Saat kita naik dan masuk bus, kita akan mendapatkan sebuah alat untukscan barcode.
“Ada aplikasi teman busnya?” Tanya pak supir.
“Ada pak” sambil membuka aplikasinya dan tab profile. Di sana ada QR Code yang tersedia. “Oh sudah dapat pak” ucapku sambil menunjukkan barcodenya kepada pak supir.
“Nah, klik/sentuh layar. Laluscan barcodenya di situ” sambil menunjuk ke alat yang dimaksud.
Saya pun mengikuti langkah sesuai arahan pak supir. Alhamdulillah berhasil dan bisa segera mengambil tempat duduk.
“Jadi ini diajar memang, supaya nanti tidak bingung lagi” kata pak supir sebelum saya beranjak ketempat duduk.
“Iya pak. Terima kasih banyak” lalu menuju ke tempat duduk yang kosong.
Waktu itu, agak sedikit tidak enak sama penumpang lain. Soalnya bus kali ini, lumayan banyak penumpang. Hampir seluruh kursi penuh. Hanya satu dua kursi yang masih kosong dan belum diduduki oleh seseorang.
Well, beberapa hal yang kupelajari adalah cara menikmati layanan teman bus di sini. Untuk sementara layanan ini masih dikenakan biaya 0 rupiah alias gratis. Jika akan turun di halte berikutnya, silakan tanya ke supir agar berhenti. Kadang kala ia tidak berhenti di beberapa halte dikarenakan tidak ada orang yang sedang menunggu. Beberapa halte bus belum berfungsi sepenuhnya sehingga ada beberapa tempat yang bus tersebut tidak dapat berhenti di hal te yang dimaksud meski halte tersebut ada di aplikasi.
Karena saya masih awam dalam penggunaan bus ini, akhirnya saya turun di perhentian terakhir dan perlu jalan kaki ke kantor karena telat memberi tahu supir untuk berhenti di halte yang diinginkan. Jalan kaki ini memakan waktu kira-kira 20 menit? Sekitar 500 meter? Saya tidak begitu tahu pasti, yang jelas sampai di kantor ngos-ngosan bahkan hanya bisa berbisik ketika mengeluarkan suara. Kayak orang yang nyawanya sudah mau putus tap disuru berbicara. Kalau kalian tinggal di Makassar bisa diukur dari Pasar Segar jalan kaki ke Toko Fashion 3Second Pengayoman.
Jadi, beginilah perjalanan pertama kali menggunakan layanan teman bus. Layanan ini cukup membantu meski memang masih butuh untuk tingkatkan khususnya fasilitas halte bus. Jalurnya juga perlu diperbanyak agar lebih banyak bisa diakses oleh banyak orang.
Anyway, semoga tulisan ini ada hikmahnya dan semoga ada manfaat yang bisa diperoleh dari tulisan ini.Aamiiin. Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
Wassalam🙂